Mobilan rusak
"Teteh mah ih rusak... mobilnya jadi rusak"
Terdengar suara rintihan Jidda di kamar sebelah. Sebelumnya rasanya Jidda sangat jarang mengeluh sebegitu sedihnya, lebih sering meraung dengan ganas. Saya pun penasaran, ke luar kamar saya dan pergi ke kamar Ma'da.
"Teteh mah ih rusak heuuu rusak"
Ma'da di kasur menutupi mukanya dengan bantal. Jidda menginjak-injak bantal tersebut sambil menangis. Casing mobil mainannya di tangan kiri.
"Dede kenapa?" Tanyaku.
"Mobilnya rusak wawawawa pecah sama Teh Ma'daaa" jawabnya dengan tangisan.
"Iiiiih De Ma'da mah... Sini De, mana yang pecahannya? Nanti minta betulin sama A Azka" kataku coba menenangkan sambil menggiringnya ke luar kamar. Jidda masih nangis.
Azka lagi makan di ruang tengah. "Tuh kayaknya mah tadi ke dapur yang sisanya" katanya.
Saya lihat, benar ada di dapur. Tidak jauh dari ruang tengah.
"Hahahahahaha udah mau sedih, kirain ancur kepisah-pisah gak taunya cuma lepas mesin sama casingnya aja 😂😂"
"Sini" kata si Jidda. Sudah berhenti tangisnya, mencoba menyatukan mesin dan casing mobil mainannya sendiri. Tapi nampaknya tidak berhasil karena posisinya terbalik.
Bapa datang menghampiri kami. "Sini" meminta mobil itu dari Jidda. Selesai disatukan, Bapa menarik mobil itu di lantai. Mobil itu pun maju. Saya dan Azka ketawa saja melihatnya, mana ada yang rusak.
Jidda mengambil mobil itu, jongkok kemudian dengan polos meletakkannya di lantai, mungkin berharap mobilnya jalan sendiri seperti yang dilakukan Bapa, tapi tidak terjadi.
Tawa saya dan Azka makin kencang.
"Ditarik dulu De, dimundurin" kata Azka.
Jidda menurutinya dengan tenaga yang lemah, mobilnya pun berhasil jalan pelan.
Kami tertawa lagi.
"Beli di mana De mobilannya?" Tanya Azka.
"Beli di Bunda di sikat gigi". Maksudnya beli sikat gigi di warung Bunda tetangga, berhadiah mobil mainan.
Respon Jidda entah kenapa selalu bikin saya dan Azka tergelitik. Imut.
Heran, kejadian sebegini somplaknya (mungkin di teks ini biasa saja), muka Bapa tetap lempeng. Malah serius; gak ada mesem-mesemnya sama sekali.
Terdengar suara rintihan Jidda di kamar sebelah. Sebelumnya rasanya Jidda sangat jarang mengeluh sebegitu sedihnya, lebih sering meraung dengan ganas. Saya pun penasaran, ke luar kamar saya dan pergi ke kamar Ma'da.
"Teteh mah ih rusak heuuu rusak"
Ma'da di kasur menutupi mukanya dengan bantal. Jidda menginjak-injak bantal tersebut sambil menangis. Casing mobil mainannya di tangan kiri.
"Dede kenapa?" Tanyaku.
"Mobilnya rusak wawawawa pecah sama Teh Ma'daaa" jawabnya dengan tangisan.
"Iiiiih De Ma'da mah... Sini De, mana yang pecahannya? Nanti minta betulin sama A Azka" kataku coba menenangkan sambil menggiringnya ke luar kamar. Jidda masih nangis.
Azka lagi makan di ruang tengah. "Tuh kayaknya mah tadi ke dapur yang sisanya" katanya.
Saya lihat, benar ada di dapur. Tidak jauh dari ruang tengah.
"Hahahahahaha udah mau sedih, kirain ancur kepisah-pisah gak taunya cuma lepas mesin sama casingnya aja 😂😂"
"Sini" kata si Jidda. Sudah berhenti tangisnya, mencoba menyatukan mesin dan casing mobil mainannya sendiri. Tapi nampaknya tidak berhasil karena posisinya terbalik.
Bapa datang menghampiri kami. "Sini" meminta mobil itu dari Jidda. Selesai disatukan, Bapa menarik mobil itu di lantai. Mobil itu pun maju. Saya dan Azka ketawa saja melihatnya, mana ada yang rusak.
Jidda mengambil mobil itu, jongkok kemudian dengan polos meletakkannya di lantai, mungkin berharap mobilnya jalan sendiri seperti yang dilakukan Bapa, tapi tidak terjadi.
Tawa saya dan Azka makin kencang.
"Ditarik dulu De, dimundurin" kata Azka.
Jidda menurutinya dengan tenaga yang lemah, mobilnya pun berhasil jalan pelan.
Kami tertawa lagi.
"Beli di mana De mobilannya?" Tanya Azka.
"Beli di Bunda di sikat gigi". Maksudnya beli sikat gigi di warung Bunda tetangga, berhadiah mobil mainan.
Respon Jidda entah kenapa selalu bikin saya dan Azka tergelitik. Imut.
Heran, kejadian sebegini somplaknya (mungkin di teks ini biasa saja), muka Bapa tetap lempeng. Malah serius; gak ada mesem-mesemnya sama sekali.
Comments
Post a Comment