Eh udah hardiknas lagi aja
Dua hari saya mikir, baiknya kalo mau nulis tentang pendidikan arahnya ke mana. Banyak banget yang bisa dikembangkan dari topik satu ini. Tapi, penting gak sih komemorasi hari pendidikan nasional ini?
Tanggal 2 Mei ini adalah hari lahirnya Ki Hajar Dewantara. Bapak yang punya concern dan pengalaman di bidang pendidikan --dengan sentuhan Eropa (?)-- yang jadi Menteri Pendidikan pertama Indonesia. Per 1959, beliau ditetapkan sebagai pahlawan nasional dan hari lahirnya dijadikan hari pendidikan nasional.
Banyak pemerhati pendidikan Indonesia yang bilang bahwa kita nih perlu banget untuk kembali ke fondasi filosofi pendidikan yang dibangun oleh Ki Hajar Dewantara:
ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi contoh)
ing madya mangun karsa (di tengah memberi semangat)
tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan)
(Saya belum sempet baca referensi yang ngulas Ki Hajar Dewantara secara dalam jadiii mohon maaf sebelumnya ke bawah ini sifatnya opini pribadi.)
Kalo yang saya pahami, jadi Ki Hajar Dewantara ini concernnya ke inklusifitas pendidikan; bahwa pendidikan harus accessible untuk siapapun bukan cuma kalangan maupun jenis kelamin tertentu juga mendorong peran aktif semua pihak: yang jadi teladan, yang jadi motivator dan supporter.
Tantangan yang besar banget ya kalo dipikir-pikir untuk direalisasikan sekarang.
Pendidikan kepalang jadi komoditas kapital.
Pendidikan dianggap hanya jadi tanggung jawab sebagian pihak.
Teladan, motivator dan supporter yang diperlukan tidak hadir.
Kalo kata Ki Hajar, pendidikan harus memanusiakan manusia.
Kalo kata Ust. Adian, pendidikan tidak berarti sekolah.
Kalo kata Al Ghazali, pendidikan harus menghantarkan pemahaman manusia pada tuhannya.
Komemorasi hanya komemorasi. Hasil refleksi harusnya jadi solusi.
Tahun depan, biar kita bengong lagi.
Tanggal 2 Mei ini adalah hari lahirnya Ki Hajar Dewantara. Bapak yang punya concern dan pengalaman di bidang pendidikan --dengan sentuhan Eropa (?)-- yang jadi Menteri Pendidikan pertama Indonesia. Per 1959, beliau ditetapkan sebagai pahlawan nasional dan hari lahirnya dijadikan hari pendidikan nasional.
Banyak pemerhati pendidikan Indonesia yang bilang bahwa kita nih perlu banget untuk kembali ke fondasi filosofi pendidikan yang dibangun oleh Ki Hajar Dewantara:
ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi contoh)
ing madya mangun karsa (di tengah memberi semangat)
tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan)
(Saya belum sempet baca referensi yang ngulas Ki Hajar Dewantara secara dalam jadiii mohon maaf sebelumnya ke bawah ini sifatnya opini pribadi.)
Kalo yang saya pahami, jadi Ki Hajar Dewantara ini concernnya ke inklusifitas pendidikan; bahwa pendidikan harus accessible untuk siapapun bukan cuma kalangan maupun jenis kelamin tertentu juga mendorong peran aktif semua pihak: yang jadi teladan, yang jadi motivator dan supporter.
Tantangan yang besar banget ya kalo dipikir-pikir untuk direalisasikan sekarang.
Pendidikan kepalang jadi komoditas kapital.
Pendidikan dianggap hanya jadi tanggung jawab sebagian pihak.
Teladan, motivator dan supporter yang diperlukan tidak hadir.
Kalo kata Ki Hajar, pendidikan harus memanusiakan manusia.
Kalo kata Ust. Adian, pendidikan tidak berarti sekolah.
Kalo kata Al Ghazali, pendidikan harus menghantarkan pemahaman manusia pada tuhannya.
Komemorasi hanya komemorasi. Hasil refleksi harusnya jadi solusi.
Tahun depan, biar kita bengong lagi.
Comments
Post a Comment