Gawai - Kebutuhan Orang Tua, Anak Juga Ingin Punya
Setiap zaman gak bisa disama-samain. Heran memang, saat apa yang dulu gak ada sekarang ada, dan dulu ada sekarang gak ada. Contohnya kamu #ehhhhhmhmhmhmh
Pernyataan keluhan yang seringkali terlontar dari orang tua dan para kakak masa kini adalah seputar candu gadget. "Ih ya Allah... Dulu mah aku gak gitu da" rata-rata kalimatnya gak jauh dari itu.
Siang tadi teman saya yang baru-baru ini mengajar sukarela di Lembang yang katanya kampung dan mayoritas profesi penduduknya adalah petani curhat soal anak ajarnya yang usia SD semuanya punya smartphone; padahal lokasi 'jauh dari peradaban', padahal pendapatan pas-pasan, dan padahal-padahal lainnya yang membuat sebegitu mengherankannya kenyataan yang dia hadapi.
Yes. Saya juga kesel sebetulnya. Hal ini juga terjadi bahkan di dalam keluarga saya. Si Ma'da, adik saya yang baru 9 tahun udah dihibahi smartphone yang tipenya dan spesifikasinya lebih bagus dari punya saya. Fungsinya? Foto-foto, main game dan nonton orang main minecraft di youtube. Yaa pengaruh pergaulan gitu deh. Bukan berarti keluarga saya sangat mampu ya, kronologisnya panjang. Intinya itu hape awalnya punya Bapak, tapi karena jarang punya kuota dan Bapak saya tidak se-hits itu untuk bergaul di grup watsap seperti para kokolot masa kini dan pemfungsian hape lebih banyak dilakukan Ma'da, akhirnya Bapak mengikhlaskan hapenya dan memilih hape yang gak terlalu mutakhir dan cukup simpel untuk beliau.
Why my Bapak letting my little sister having a smartphone? Apakah Ma'da yang meminta? Tidakkah Bapak menyadari kalo itu sebetulnya gak urgen banget untuk dia miliki? Heu.
Kemudian saya menyadari, saat ini benda di sekitar kita memiliki beragam fungsi yang mendukung aktivitas manusia yang multitasker. Makanya kemudian smartphone dimiliki segala kalangan dengan penggunaan berbeda-beda. Dan sudah tipikalnya manusia, mereka berubah menyesuaikan zaman.
Jadi flashback... --biasanya yang ngaku "anak '90-an" nih yang suka begini-begini; ngerasa anak paling asik dan generasi sesudahnya enggak. Saya lahir '97 gak termasuk anak '90-an karena katanya batasnya adalah yang lahir tahun '95--mainan aktivitas bermain waktu dulu walaupun pake gadget yang cuma bisa digunakan satu orang tapi tetep ada temennya sebagai jamaah. Tapi kayaknya kalo saya pribadi gak ngalamin sih yang kalo kata orang main gameboy satu dikerubungin terus gantian.. Soalnya masih ada banyak lapangan deket rumah buat main 'ucing-ucingan', kebun buat dijelajahi deket rumah Aki, rumah sodara deketan buat ditongkrongin, kegiatan yang full tiap hari sekolah - sekolah agama - main - ngaji ba'da maghrib, gitu-gitu deh...
Nih ya kalo mau ngebandingin, selain masih tersedianya lahan dan waktu buat anak main, keterlibatan orang tua juga berpengaruh atas kecanduan ini. Kalo baca tulisan mengenai analisis masalah candu gadget pada anak pasti ada faktor supaya anak gak rewel jadi ortu kasih. Makanya dari awal orang disekitar anak mesti menyediakan quality time selalu untuk menemani main dan lebih baik lagi untuk gak ngelarang anak main sama teman-temannya dibawah pengawasan tentunya.
Waktu saya dan teman-teman nulis PERUBAHAN SOSIAL : Permainan Dari Tradisional Ke Modern sekitar tahun 2012an, gadget itu belum semultifungsi sekarang. BBM lebih mendukung fitur komunikasi dan entertainment daripada gaming, jadi jarang anak-anak yang punya. lebih jauh dari itu deh; telpon dan komputer jaman dulu lebih menunjang pekerjaan orang dewasa jadi anak gak mainin. Kesini-sini komputer, laptop, apalagi smartphone menunjang aktivitas semua kalangan banget. Mulai dari kebutuhan komunikasi, bisnis, penyimpanan data, sampai ke permainan, fotografi, dan edukasi. Salah guna? Tidak, memang itu sudah termasuk layanan yang ditawarkan. Endingnya, tinggal kontrol generasi sih.
Pernyataan keluhan yang seringkali terlontar dari orang tua dan para kakak masa kini adalah seputar candu gadget. "Ih ya Allah... Dulu mah aku gak gitu da" rata-rata kalimatnya gak jauh dari itu.
Siang tadi teman saya yang baru-baru ini mengajar sukarela di Lembang yang katanya kampung dan mayoritas profesi penduduknya adalah petani curhat soal anak ajarnya yang usia SD semuanya punya smartphone; padahal lokasi 'jauh dari peradaban', padahal pendapatan pas-pasan, dan padahal-padahal lainnya yang membuat sebegitu mengherankannya kenyataan yang dia hadapi.
Yes. Saya juga kesel sebetulnya. Hal ini juga terjadi bahkan di dalam keluarga saya. Si Ma'da, adik saya yang baru 9 tahun udah dihibahi smartphone yang tipenya dan spesifikasinya lebih bagus dari punya saya. Fungsinya? Foto-foto, main game dan nonton orang main minecraft di youtube. Yaa pengaruh pergaulan gitu deh. Bukan berarti keluarga saya sangat mampu ya, kronologisnya panjang. Intinya itu hape awalnya punya Bapak, tapi karena jarang punya kuota dan Bapak saya tidak se-hits itu untuk bergaul di grup watsap seperti para kokolot masa kini dan pemfungsian hape lebih banyak dilakukan Ma'da, akhirnya Bapak mengikhlaskan hapenya dan memilih hape yang gak terlalu mutakhir dan cukup simpel untuk beliau.
Why my Bapak letting my little sister having a smartphone? Apakah Ma'da yang meminta? Tidakkah Bapak menyadari kalo itu sebetulnya gak urgen banget untuk dia miliki? Heu.
Kemudian saya menyadari, saat ini benda di sekitar kita memiliki beragam fungsi yang mendukung aktivitas manusia yang multitasker. Makanya kemudian smartphone dimiliki segala kalangan dengan penggunaan berbeda-beda. Dan sudah tipikalnya manusia, mereka berubah menyesuaikan zaman.
Jadi flashback... --biasanya yang ngaku "anak '90-an" nih yang suka begini-begini; ngerasa anak paling asik dan generasi sesudahnya enggak. Saya lahir '97 gak termasuk anak '90-an karena katanya batasnya adalah yang lahir tahun '95--
Nih ya kalo mau ngebandingin, selain masih tersedianya lahan dan waktu buat anak main, keterlibatan orang tua juga berpengaruh atas kecanduan ini. Kalo baca tulisan mengenai analisis masalah candu gadget pada anak pasti ada faktor supaya anak gak rewel jadi ortu kasih. Makanya dari awal orang disekitar anak mesti menyediakan quality time selalu untuk menemani main dan lebih baik lagi untuk gak ngelarang anak main sama teman-temannya dibawah pengawasan tentunya.
Waktu saya dan teman-teman nulis PERUBAHAN SOSIAL : Permainan Dari Tradisional Ke Modern sekitar tahun 2012an, gadget itu belum semultifungsi sekarang. BBM lebih mendukung fitur komunikasi dan entertainment daripada gaming, jadi jarang anak-anak yang punya. lebih jauh dari itu deh; telpon dan komputer jaman dulu lebih menunjang pekerjaan orang dewasa jadi anak gak mainin. Kesini-sini komputer, laptop, apalagi smartphone menunjang aktivitas semua kalangan banget. Mulai dari kebutuhan komunikasi, bisnis, penyimpanan data, sampai ke permainan, fotografi, dan edukasi. Salah guna? Tidak, memang itu sudah termasuk layanan yang ditawarkan. Endingnya, tinggal kontrol generasi sih.
Comments
Post a Comment