Esai : Kurikulum 2013 Demi Membentuk Pelajar yang Benar-benar Pelajar

Kurikulum 2013
Demi Membentuk Pelajar yang Benar-benar Pelajar
Tahun lalu, banyak diramaikan berita mengenai pro kontra pengubahan kurikulum pendidikan dari Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013 yang menekankan pada logika, etika, dan estetika.
Untuk tingkat SD, mulai tahun ajaran 2013/2014 jumlah mata pelajaran akan diringkas menjadi tujuh dari yang sebelumnya 10, yaitu menjadi Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni Budaya dan Prakarya, Pendidikan
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, serta Pramuka diwajibkan.
Salah satu ciri kurikulum 2013, khususnya untuk SD, adalah bersifat tematik integratif.  Dimana pelajaran IPA dan IPS akan diintegrasikan kedalam semua mata pelajaran.
Untuk tingkat SMA, penjurusan telah dilakukan sejak kelas X. Jurusan yang biasa kita sebut IPA dan IPS berganti menjadi MIA (Matematika Ilmu Alam) dan IIS (Ilmu Ilmu Sosial). Namun nantinya untuk masuk Perguruan Tinggi tidak akan dilihat dari jurusannya, yang jurusan IPA bisa masuk ke bidang sosial dan yang jurusan IPS bisa masuk bidang teknik asal lulus ujian masuk.
Banyak yang menyatakan ketidak setujuannya terhadap perubahan kurikulum pendidikan ini. Dari golongan tenaga pendidik kurang menyetujui pengubahan tersebut dikarenakan mereka menganggap bahwa langkah ini tidak didahului dengan riset dan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum KTSP 2006. Ditambah, perubahan itu  tanpa melibatkan para guru dan pakar pedagogik dalam proses penyusunan kurikulum. Kurangnya sosialisasi dan pelatihan pun menambah keras suara ketidaksetujuan dikarenakan 62 persen guru SD tidak pernah mendapatkan pelatihan, rata-rata guru di kota besar hanya mengikuti pelatihan hanya sekali dalam lima tahun. Bahkan ditemukan guru PNS yang terakhir mengikuti pelatihan pada tahun 1980.
Dari sisi peserta didik yang mengeluhkan pergantian kurikulum ini, ada yang menganggap bahwa guru menjadi bukan seperti guru karena guru mereka tidak sepenuhnya mengajar melainkan hanya menjadi seperti fasilitator saja.
Banyaknya asumsi ketidaksetujuan bisa disebabkan karena media massa yang tidak sepenuhnya atau bisa dibilang ‘setengah-setengah’ dalam membantu sosialisasi Kurikulum 2013 tersebut. Sehingga dalam pemberitaan ada pula Anggota DPR yang mengemukakan ketidaksetujuannya karena menganggap Kurikulum 2013 hanya akan berorientasi pada sains. Padahal di kurikulum 2013, antara pengetahuan, keterampilan dan sikap itu diintegrasikan.
Alasan dikembangkannya kurikulum 2013 kurang lebih untuk menghadapi tantangan di masa depan dimana Indonesia akan dihadapkan dengan masalah globalisasi, khususnya perkembangan ekonomi dunia yang menuntut manusia Indonesia memiliki kemampuan berkomunikasi yang bagus serta memiliki akhlak yang baik terhadap sesama.
Dalam Kurikulum 2013, jam pelajaran pun akan ditambah. Mungkin ini akan menjadi berita buruk bagi para pelajar. Ini disebabkan oleh rata-rata jam belajar di sekolah negeri yang ada di Indonesia masih 15 persen dibawah standar rata-rata jam belajar menurut OECD serta banyakna Negara-negara yang mulai menambah jam pelajaran di sekolah negeri mereka. Untuk tingkat SD, ada penambahan 4 jam pelajaran per pekan. Untuk SMP, penambahan 6 jam pelajaran per pekan dan untuk tingkat SMA, penemabahan 2 jam pelajaran per pekan.
Tidak seperti Kurikulum KTSP, Kurikulum 2013 lebih fleksibel dalam pengimplementasian dan dapat disesuaikan dengan kondisi daerah di Indonesia yang sudah pasti berbeda-beda.
Standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi dilengkapi dengan proses mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan dan mencipta. Belajar pun tidak hanya di ruang kelas, terapi dapat dilakukan di lingkungan sekolah dan masyarakat. Guru bukan satu-satunya sumber belajar. Dan sikap tidak diajarkan melalui verbal, tetapi melalui contoh dan teladan.
Kebaikannya, jika proses pembelajaran ini berhasil, peserta didik akan lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah ketimbang bermain dan melakukan pergaulan yang tidak semestinya dengan teman sebayanya.
Kurang lebihnya, jika keseluruhan dari Kurikulum 2013 dapat teraplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar di Indonesia, wajah pelajar di Indonesia bukanlah wajah yang akan dianggap sebagai ‘berandalan cilik’ lagi. Wajah pelajar Indonesia akan menjadi wajah yang dikagumi bangsa lain karena kecerdasan, keterampilan dan kehalusan budi pekertinya. Serta Indonesia dapat menjadi bangsa yang lebih maju karena peningkatan kualitas manusianya dari jenjang sekolah ketika mereka sedang menjadi pelajar.


Comments

Popular posts from this blog

Belajar Bahasa Prancis #1 : Kata Ganti Orang (Pronom Sujet)

Rasanya Kuliah di Sastra Perancis...

DELF A2 – Je l’ai passée!