Edisi menjernihkan hati pikiran (kali ya?)
Theres always the good in the bad.
Dari 'kesalahan' mestinya kita belajar. Kayak slogan salah satu brand detergen, berani kotor itu baik. Tapi bukan berarti untuk berkubang terus-terusan di kotoran, melainkan kita harus membersihkannya dan sudah tau bagaimana cara membuat bersih yang efektif.
Belakangan saya baca postingan seseorang yang berterimakasih pada orang yang upload aktivitas ibadah ghairu mahdhahnya. Berkat mereka, kita jadi tau variasi cara bersedekah, melakukan aksi di masyarakat, dan lain sebagainya terlepas dari stigma pencitraan. Super sepakat! Bahwasannya kebaikan perlu juga dikabarkan dengan menghilangkan perasaan riya dan sum'ah tentunya.
Saya mau ikutan berterimakasih nih
Kepada aktivis yang menyuarakan hak publik perempuan. Walaupun saya tidak sepakat dengan konsep gerakan feminis, tapi kalau melihat cara dunia ini bekerja dengan sensasi, gerakan para aktivis yang sudah menciptakan hegemoni ini patut diapresiasi. Kebayang kalau mereka gak bergerak. Walau sebetulnya Islam sudah mengatur mengenai hak dan kewajiban serta peran dan posisi perempuan dan laki-laki sebagai manusia, ketika nilai itu tidak mencuat sebagai isu yang perlu dibahas karena sekulerisme yang dominan di masyarakat... Mungkin sangat sedikit bahkan tidak ada perempuan yang bisa keluar rumah untuk berkiprah di bidang strategis dan mengembangkan potensinya di masyarakat secara luas.
Sekarang tinggal aktivis dan stakeholder muslimahnya yang mesti bergerak dan mengedukasi (dakwah). Bagaimana aturan main perempuan dalam menghayati hidup dengan peranan domestik dan publik sebagai ibadahnya kepada Allah.
Kepada penyebar hoax, yang membuka mata bahwa dunia ini ada-ada aja. Butuh kreativitas dan imajinasi yang tinggi untuk bisa membuat sesuatu yang menyimpang dari kelaziman. Apapun motif pembuat hoax, yang paling sial adalah pemercaya berita bohong. Hidupnya berasa terancam terus tuh pasti.
Saya jadi mikir, terlepas analisis secara linguistik mengenai struktur berita hoax, lantas berita yang tidak hoax itu yang bagaimana sementara ketika seseorang walaupun Ia adalah seorang akademisi kepalang memiliki kesimpulan mengenai sesuatu yang masih panjang juntrungannya kan bikin dia jadi salah juga. Tapi yah... akademis kebanyakan tidak terlalu kreatif dan imajinatif. Jadi insyaallah boleh lah dicerna informasi darinya sebagai pembanding.
Terimakasih kepada mister juri yang pengen makan kulit rendang ayam yang crispy dan dagingnya mudah lepas dari tulang, mengingatkan untuk selalu semangat memperkaya khazanah pengetahuan yang kita dianggap andal di bidangnya dan berhati-hati menilai kompetensi ahli.
Mengenai bu sajak konde, ah entah deh... Lagi mode mager nyentuh hal yang menyangkut linguistik dan sastra. Gak ikut isunya juga.
Yah... Semuanya ternyata nyaman yah, kalo kita bisa positive thinking (eits, tapi kalo yang jelas-jelas bathil ya mesti diberesin lah) dan tidak ikutan overthinking. Syahdu~
Dari 'kesalahan' mestinya kita belajar. Kayak slogan salah satu brand detergen, berani kotor itu baik. Tapi bukan berarti untuk berkubang terus-terusan di kotoran, melainkan kita harus membersihkannya dan sudah tau bagaimana cara membuat bersih yang efektif.
Belakangan saya baca postingan seseorang yang berterimakasih pada orang yang upload aktivitas ibadah ghairu mahdhahnya. Berkat mereka, kita jadi tau variasi cara bersedekah, melakukan aksi di masyarakat, dan lain sebagainya terlepas dari stigma pencitraan. Super sepakat! Bahwasannya kebaikan perlu juga dikabarkan dengan menghilangkan perasaan riya dan sum'ah tentunya.
Saya mau ikutan berterimakasih nih
Kepada aktivis yang menyuarakan hak publik perempuan. Walaupun saya tidak sepakat dengan konsep gerakan feminis, tapi kalau melihat cara dunia ini bekerja dengan sensasi, gerakan para aktivis yang sudah menciptakan hegemoni ini patut diapresiasi. Kebayang kalau mereka gak bergerak. Walau sebetulnya Islam sudah mengatur mengenai hak dan kewajiban serta peran dan posisi perempuan dan laki-laki sebagai manusia, ketika nilai itu tidak mencuat sebagai isu yang perlu dibahas karena sekulerisme yang dominan di masyarakat... Mungkin sangat sedikit bahkan tidak ada perempuan yang bisa keluar rumah untuk berkiprah di bidang strategis dan mengembangkan potensinya di masyarakat secara luas.
Sekarang tinggal aktivis dan stakeholder muslimahnya yang mesti bergerak dan mengedukasi (dakwah). Bagaimana aturan main perempuan dalam menghayati hidup dengan peranan domestik dan publik sebagai ibadahnya kepada Allah.
Kepada penyebar hoax, yang membuka mata bahwa dunia ini ada-ada aja. Butuh kreativitas dan imajinasi yang tinggi untuk bisa membuat sesuatu yang menyimpang dari kelaziman. Apapun motif pembuat hoax, yang paling sial adalah pemercaya berita bohong. Hidupnya berasa terancam terus tuh pasti.
Saya jadi mikir, terlepas analisis secara linguistik mengenai struktur berita hoax, lantas berita yang tidak hoax itu yang bagaimana sementara ketika seseorang walaupun Ia adalah seorang akademisi kepalang memiliki kesimpulan mengenai sesuatu yang masih panjang juntrungannya kan bikin dia jadi salah juga. Tapi yah... akademis kebanyakan tidak terlalu kreatif dan imajinatif. Jadi insyaallah boleh lah dicerna informasi darinya sebagai pembanding.
Terimakasih kepada mister juri yang pengen makan kulit rendang ayam yang crispy dan dagingnya mudah lepas dari tulang, mengingatkan untuk selalu semangat memperkaya khazanah pengetahuan yang kita dianggap andal di bidangnya dan berhati-hati menilai kompetensi ahli.
Mengenai bu sajak konde, ah entah deh... Lagi mode mager nyentuh hal yang menyangkut linguistik dan sastra. Gak ikut isunya juga.
Yah... Semuanya ternyata nyaman yah, kalo kita bisa positive thinking (eits, tapi kalo yang jelas-jelas bathil ya mesti diberesin lah) dan tidak ikutan overthinking. Syahdu~
Comments
Post a Comment